Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, pasal 17, disebutkan bahwa Guru Tetap pemegang Sertifikat Pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi apabila mengajar di satuan pendidikan yang rasio minimal jumlah peserta didik terhadap Gurunya sebagai berikut:
- untuk TK, RA, atau yang sederajat 15:1
- untuk SD atau yang sederajat 20:1
- untuk MI atau yang sederajat 15:1
- untuk SMP atau yang sederajat 20:1
- untuk MTs atau yang sederajat 15:1
- untuk SMA atau yang sederajat 20:1
- untuk MA atau yang sederajat 15:1
- untuk SMK atau yang sederajat 15:1
- untuk MAK atau yang sederajat 12:1
Berdasarkan PP No. 74 tahun 2008 tersebut, jelas bahwa untuk RA dan Madarsah, rasio idealnya adalah 1 guru berbanding 15 (kecuali pada MAK yang 1:12).
Baca Juga:
Aturan Siswa dan Rombel di Simpatika
Simpatika pun memberlaku PP tersebut, utamanya dalam penghitungan kelayakan mendapat tunjangan (SKBK), meskipun tidak secara penuh. Tidak penuh karena sampai saat ini ternyata masih membuka pengecualian untuk guru dengan siswa di bawah 15 perkelasnya.
Artinya, dengan pertimbangan khusus, guru yang mengajar pada rombongan belajar dengan peserta di bawah 15 siswa pun masih lolos dari kriteria "Rasio Siswa" ini. Dalam 'Analisa Tunjangan' mereka masih mendapat label, "Layak Mendapat Tunjangan".
Hal inilah yang kemudian memunculkan sedikit 'kreatifitas' operator madrasah dan kepala madrasah.
Beberapa pihak (Kepala Madrasah dan Operator) kemudian memecah rombel kelasnya hingga dengan peserta seminimal mungkin. Bahkan dengan peserta rombel yang kurang dari 15 siswa sekalipun. tentu dengan harapan, semakin banyak rombel maka akan semakin banyak guru yang dapat memenuhi ketentuan 'minimal mengajar 24 JTM'.
Apakah seperti itu?
Namun yang harus dipahami, ternyata Simpatika telah memiliki pedoman (aturan) khusus terkait dengan rombel dan siswa minimal tersebut. Pelanggaran terhadap aturan ini membuat Kepala Madrasah tidak bisa mencetak S25a karena muncul peringatan Alokasi JTM, seperti telah dibahas di artikel Simpatika Pati sebelumnya.
Aturan tersebut adalah:
- Kelas (Tingkat) dengan 1 Rombel, Pesertanya Boleh Kurang dari 15 Siswa
Suatu tingkat kelas yang tidak paralel (hanya terdiri atas 1 rombel) siswanya boleh kurang dari 15. Contoh, pada sebuah MI, kelas 6-nya hanya memiliki 14 siswa. Meskipun siswa kelas 6 tersebut kurang dari 15 tidak masalah. Kepala Madrasah akan tetap dapat mencetak S25a karena memang di madrasah tersebut tingkat (kelas) 6 memang hanya terdiri atas satu rombongan belajar.
- Kelas (Tingkat) dengan Lebih dari 1 Rombel, Pesertanya Tidak Boleh Kurang dari 15 Siswa
Namun akan menjadi berbeda jika dalam tingkat itu terdiri atas lebih dari 1 rombongan belajar. Maka setiap rombongan belajar, pesertanya (siswa) tidak boleh kurang dari 15 siswa.
Contoh sebuah MI kelas 6-nya terdiri atas 44 siswa. Kelas tersebut dibuat menjadi 3 rombel dengan komposisi masing-masing rombel terdiri atas:
- Kelas 6A: 15 siswa
- Kelas 6B: 15 siswa
- Kelas 6C: 14 siswa
Terdapat satu rombel yang siswanya kurang dari 15 siswa.
Kondisi ini akan membuat Kepala Madrasah tidak dapat mencetak S25a karena akan muncul peringatan "Alokasi JTM" dengan keterangan "Jumlah rombel melebihi siswa".
Sehingga jika di kelas 6 tersebut terdapat 44 siswa, maka rombel maksimal yang bisa dibuat cukup 2 rombel. Mungkin komposisinya 15 dan 29 siswa, 22 dan 22 siswa, atau lainnya asalkan tidak ada rombel yang pesertanya di bawah 15 siswa.
Kesimpulannya:
- Jika peserta kelas kurang dari 15 siswa, silakan ditulis apa adanya tidak masalah. Kepala Madrasah akan tetap bisa mencetak s25a.
- Jika lebih dari 15 siswa, boleh dibuat menjadi lebih dari satu rombel dengan catatan tidak ada rombel yang pesertanya kurang dari 15 siswa. Jika terdapat rombel yang kurang dari 15 siswa maka Kepala Madrasah tidak dapat mencetak S25a.
0 Comments